Rabu, 02 Desember 2009

Ibnu Al-Shatir, Sang Penemu Jam Astrolab

Peradaban Barat kerap mengklaim Nicolaus Copernicus (1473 – 1543 M) sebagai tokoh pencetus teori heliosentrisme Tata Surya. Sejarawan astronomi menemukan fakta, ide matematika antara buku Copernicus yang berjudul “De Revolutionibus” memiliki kesamaan dengan sebuah buku yang pernah ditulis seratus tahun sebelumnya oleh ilmuwan Muslim Arab, Ibnu Al-Shatir (1304-1375 M)

Kitab yang menjadi rujukan Copernicus itu bertajuk “Kitab Nihayat Al-Sul Fi Tashih al-Usul”. Itu berarti, pemikiran al-Shatir telah mempengaruhi Copernicus. Siapakah al-Shatir sebenarnya? Ilmuwan Muslim itu bernama Ala Al-Din Abu'l-Hasan Ali ibnu Ibrahim ibnu al-Shatir. Ia merupakan seorang astronomer Muslim Arab, ahli matematika, ahli mesin teknik dan penemu.

Ibnu Al-Shatir merombak habis Teori Geosentris yang dicetuskan Claudius Ptolemaeus atau Ptolemy (90 SM– 168 SM). Secara matematis, al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran).

Al-Shatir mencoba menjelaskan bagaimana gerak merkurius jika bumi menjadi pusat alam semestanya dan merkurius bergerak mengitari bumi.

Model bentuk Merkurius Ibnu al-Shatir menunjukkan penggandaan dari epicycle menggunakan Tusi-couple, sehingga menghilangkan eksentrik dan equant teori Ptolemaic. Menurut George Saliba dalam karyanya A History of Arabic Astronomy: Planetary Theories During the Golden Age of Islam, Kitab Nihayat al-Sul fi Tashih al-Usul, merupakan risalah astronomi Ibnu Al-Shatir yang paling penting.

"Dalam kitab itu, secara drastis ia mereformasi model matahari, bulan, dan planet Ptolemic. Dengan memperkenalkan sendiri model non-Ptolemic yang menghapuskan epicycle pada model matahari, yang menghapuskan eksentrik dan equant. Dengan memperkenalkan epicycle ekstra pada model planet melalui model Tusi-couple, dan yang menghilangkan semua eksentrik/eccentric, epicycle dan equant di model bulan," jelas Saliba.

Sebelumnya, aliran Maragha hanya berpatokan pada model yang sama dengan model Ptolemaic. Model geometris Ibnu al-Shatir merupakan karya pertama yang benar-benar unggul daripada model Ptolemaic karena modelnya ini lebih baik sesuai dengan pengamatan empiris.

Ibnu al-Shatir juga berhasil melakukan pemisahan filsafat alam dari astronomi dan menolak model empiris Ptolemic dibanding filsafat dasar. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu al-Shatir tidak peduli dengan mempertahankan teori prinsip kosmologi atau filsafat alam (atau fisika Aristoteles), melainkan untuk memproduksi sebuah model yang lebih konsisten dengan pengamatan empiris.

Modelnya menjadi lebih baik sesuai dengan pengamatan empiris daripada model-model sebelumnya yang diproduksi sebelum dia. Saliba menambahkan karyanya tersebut menjadi karya penting dalam astronomi, yang dapat dianggap sebagai sebuah "Revolusi ilmiah sebelum Renaissance".

Dalam membuat model barunya tersebut, Ibnu al-Shatir melakukan pengujian dengan melakukan pengamatan empiris. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu al-Shatir umumnya tidak keberatan terhadap falsafah astronomi Ptolemaic, tetapi ia ingin menguji seberapa jauh teori Ptolemy cocok dengan pengamatan empirisnya.

Dia menguji model Ptolemaic, dan jika ada yang tidak cocok dengan pengamatannya, maka ia akan merumuskan sendiri model non-Ptolemaic pada bagian yang tidak cocok dengan pengamatannya. Pengamatannya yang akurat membuatnya yakin untuk menghapus epicycle dalam model matahari Ptolemaic.

Ibnu al-Shatir juga merupakan astromer pertama yang memperkenalkan percobaan dalam teori planet untuk menguji model dasar empiris Ptolemaic. Saat menguji model matahari Ptolemaic, Ibnu al-Shatir memaparkan ''pengujian nilai Ptolemaic untuk bentuk dan ukuran matahari dengan menggunakan pengamatan gerhana bulan."

"Karyanya tentang percobaan dan pengamatannya memang telah musnah, namun buku The Final Quest Concerning the Rectification of Principles adalah milik al-Shatir,'' papar Saliba.

Pengaruh Karya Ibnu Al-Shatir

"Meskipun sistemnya merupakan geosentri yang kuat, dia telah menghapuskan equant dan accentric Ptolemaic dan rincian sistem matematikanya hampir serupa dengan karya Copernicus' De revolutionibus," jelas V Roberts and E. S. Kennedy dalam karyanya "The Planetary Theory of Ibn al-Shatir".

Menurut Saliba, model bulan Copernicus juga tidak berbeda dengan model Ibnu al-Shatir. Dengan demikian dapat percaya bahwa model Ibnu al-Shatir telah diadaptasi oleh Copernicus dalam model heliocentric.

"Walaupun masih belum jelas bagaimana ini dapat terjadi, diketahui bahwa manuskrip Byzantine Yunani yang berisi Tusi-couple tempat Ibnu al-Shatir bekerja telah mencapai Italia pada abad ke-15 M," jtutur AI Sabra dalam karyanya "Configuring the Universe: Aporetic, Problem Solving, and Kinematic Modeling as Themes of Arabic Astronomy".

Saliba menambahkan, diagram model heliocentric yang dikembangkan Copernicus, termasuk tanda-tanda dari poin, hampir sama dengan diagram dan tanda-tanda yang digunakan Ibnu al-Shatir pada model geosentrisnya. "Sehingga sangat mungkin bahwa Copernicus terpengaruh karya Ibnu al-Shatir," ujarnya.

YM Faruqi dalam karyanya " Contributions of Islamic scholars to the scientific enterprise", mengungkapkan, "Teori pergerakan bulan Ibnu al-Shatir sangat mirip dengan yang dicetuskan Copernicus sekitar 150 tahun kemudian". Begitulah Ilmuwan Muslim al-Shatir mampu memberi pengaruh bagi dunia Barat.

Kontribusi Al-Shatir dalam Bidang Teknik

Jam Astrolab
David A King dalam bukunya bertajuk The Astronomy of the Mamluks menjelaskan bahwa Ibnu al-Shatir menemukan jam astrolabe pertama di awal abad ke-14 M.

Jam Matahari
Menurut catatan sejarah, sundial atau jam matahari merupakan jam tertua dalam peradaban manusia. Jam ini telah dikenal sejak tahun 3500 SM. Pembuatan jam matahari di dunia Islam dilakukan oleh Ibnu al-Shatir, seorang ahli Astronomi Muslim ( 1304-1375 M). "Ibnu al-Shatir merakit jam matahari yang bagus sekali untuk menara Masjid Umayyah di Damaskus," ujar David A King dalam karyanya bertajuk The Astronomy of the Mamluks.

Berkat penemuannya itu, ia kemudian dikenal sebagai muwaqqit (pengatur waktu ibadah) pada Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. Jam yang dibuat Ibnu al-Shatir itu masih tergolong jam matahari kuno yang didasarkan pada garis jam lurus. Ibnu al-Shatir membagi waktu dalam sehari dengan 12 jam, pada musim dingin waktu pendek, sedangkan pada musim panas waktu lebih panjang. Jam mataharinya itu merupakan polar-axis sundial paling tua yang masih tetap eksis hingga kini.

"Jam mataharinya merupakan jam tertua polar-axis sundial yang masih ada. Konsep kemudian muncul di Barat jam matahari pada 1446," ungkap Jones, Lawrence dalam karyanya "The Sundial And Geometry".

Kompas
David A.King mengatakan Ibnu al-Shatir juga menemukan kompas, sebuah perangkat pengatur waktu yang menggabungkan jam matahari dan kompas magnetis pada awal abad ke-14 M.

Instrumen Universal
Ibnu al-Shatir menjelaskan instrumen astronomi lainnya yang ia disebut sebagai "instrumen universal''. Penemuan al-Shatir ini kemudian dikembangkan seorang astronomer dan rekayawasan legendaris di era kekhalifahan Turki Usmani, Taqi al-Din. Iinstrumen itu digunakan di observatorium al-Din Istanbul 1577-1580 M.

Baca Selengkapnya..

Rabu, 25 November 2009

Al-Ghazali, Sang Hujjatul Islam

Puluhan karya yang ditulisnya merupakan bukti kecerdasan dan keluasan ilmu yang dimiliki Al-Ghazali.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii atau lebih dikenal dengan nama Imam Al-Ghazali adalah salah seorang tokoh Muslim terkemuka sepanjang zaman.

Ia dikenal sebagai seorang ulama, filsuf, dokter, psikolog, ahli hukum, dan sufi yang sangat berpengaruh di dunia Islam.

Selain itu, berbagai pemikiran Algazel--demikian dunia Barat menjulukinya--juga banyak mempengaruhi para pemikir dan filsuf Barat pada abad pertengahan.

Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sungguh fenomenal. ''Tak diragukan lagi bahwa buah pikir Al-Ghazali begitu menarik perhatian para sarjana di Eropa,'' tutur Margaret Smith dalam bukunya yang berjudul Al-Ghazali: The Mystic yang diterbitkan di London, Inggris, tahun 1944.

Salah seorang pemikir Kristen terkemuka yang sangat terpengaruh dengan buah pemikiran Al-Ghazali, kata Smith, adalah ST Thomas Aquinas (1225 M-1274 M). Aquinas merupakan filsuf yang kerap dibangga-banggakan peradaban Barat. Ia telah mengakui kehebatan Al-Ghazali dan merasa telah berutang budi kepada tokoh Muslim legendaris itu. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sangat mempengaruhi cara berpikir Aquinas yang menimba ilmu di Universitas Naples. Saat itu, kebudayaan dan literatur-literatur Islam begitu mendominasi dunia pendidikan Barat.

Perbedaan terbesar pemikiran Al-Ghazali dengan karya-karya Aquinas dalam teologi Kristen, terletak pada metode dan keyakinan. Secara tegas, Al-Ghazali menolak segala bentuk pemikiran filsuf metafisik non-Islam, seperti Aristoteles yang tidak dilandasi dengan keyakinan akan Tuhan. Sedangkan, Aquinas mengakomodasi buah pikir filsuf Yunani, Latin, dan Islam dalam karya-karya filsafatnya.

Al-Ghazali dikenal sebagai seorang filsuf Muslim yang secara tegas menolak segala bentuk pemikiran filsafat metafisik yang berbau Yunani. Dalam bukunya berjudul The Incoherence of Philosophers, Al-Ghazali mencoba meluruskan filsafat Islam dari pengaruh Yunani menjadi filsafat Islam, yang didasarkan pada sebab-akibat yang ditentukan Tuhan atau perantaraan malaikat. Upaya membersihkan filasat Islam dari pengaruh para pemikir Yunani yang dilakukan Al-Ghazali itu dikenal sebagai teori occasionalism.

Sosok Al-Ghazali sangat sulit untuk dipisahkan dari filsafat. Baginya, filsafat yang dilontarkan pendahulunya, Al-Farabi dan Ibnu Sina, bukanlah sebuah objek kritik yang mudah, melainkan komponen penting buat pembelajaran dirinya.

Filsafat dipelajar Al-Ghazali secara serius saat dia tinggal di Baghdad. Sederet buku filsafat pun telah ditulisnya. Salah satu buku filsafat yang disusunnya, antara lain, Maqasid al-Falasifa (The Intentions of the Philosophers). Lalu, ia juga menulis buku filsafat yang sangat termasyhur, yakni Tahafut al-Falasifa (The Incoherence of the Philosophers).

Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam memadukan sufisme dengan syariah. Konsep-konsep sufisme begitu baik dikawinkan sang pemikir legendaris ini dengan hukum-hukum syariah. Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi sufisme formal dalam karya-karyanya. Al-Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritik aliran lainnya. Ia tertarik dengan sufisme sejak berusia masih belia.

Kehidupan Al-Ghazali

Dilahirkan di Kota Thus, Provinsi Khurasan, Persia (Iran), pada tahun 450 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1058 Masehi. Al-Ghazali berasal dari keluarga ahli tenun (pemintal). Ayahnya adalah seorang pengrajin sekaligus penjual kain shuf (yang terbuat dari kulit domba) di Kota Thus.

Namun, sang ayah menginginkan Al-Ghazali kelak menjadi orang alim dan saleh. Karena itu, menjelang wafat, ayahnya mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, ''Sungguh, saya menyesal tidak belajar khath (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka, saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya,'' ungkapnya pada pengasuh Al-Ghazali dan saudaranya.

Imam Al-Ghazali memulai belajar di kala masih kecil dengan mempelajari Bahasa Arab dan Parsi hingga fasih. Karena minatnya yang mendalam terhadap ilmu, Al-Ghazali mulai mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fikih, dan filsafat. Selepas itu, ia berguru kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani di Kota Thus untuk mempelajari ilmu fikih. Kemudian, ia berangkat ke Jurjan untuk menuntut ilmu dengan Imam Abu Nashr Al-Isma'ili.

Selepas menuntut ilmu di Jurjan, Al-Ghazali pergi mengunjungi Kota Naisabur untuk berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini. Selama di Naisabur, ia berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafii, ilmu perdebatan, ushuluddin, mantiq, hikmah, dan filsafat. Selain itu, ia berhasil menyusun sebuah tulisan yang membuat kagum gurunya, Al-Juwaini.

Setelah sang guru wafat, Imam Al-Ghazali pergi meninggalkan Naisabur menuju ke majelis Wazir Nidzamul Malik. Majelis tersebut merupakan tempat berkumpulnya para ahli ilmu. Di sana, Al-Ghazali menantang debat para ulama dan berhasil mengalahkan mereka.

Lalu, karena ketinggian ilmu yang dimiliki Imam Al-Ghazali, Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi guru besar di Madrasah Nizhamiyah (sebuah perguruan tinggi yang didirikan oleh Nidzamul Malik) di Baghdad pada tahun 484 H. Saat itu, usia Al-Ghazali baru menginjak 30 tahun. Di sinilah, keilmuan Al-Ghazali makin berkembang dan menjadi terkenal serta mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Sebagai pimpinan komunitas intelektual Islam, Al-Ghazali begitu sibuk mengajarkan ilmu hukum Islam di madrasah yang dipimpinnya. Empat tahun memimpin Madrasah Nizamiyyah, Al-Ghazali merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Batinnya dilanda kegalauan. Ia merasa telah jatuh dalam krisis spiritual yang begitu serius. Al-Ghazali pun memutuskan untuk meninggalkan Baghdad.

Kariernya yang begitu cemerlang ditinggalkannya. Setelah menetap di Suriah dan Palestina selama dua tahun, ia sempat menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah. Setelah itu, Al-Ghazali kembali ke tanah kelahirannya. Sang ulama pun memutuskan untuk menulis karya-karya serta mempraktikkan sufi dan mengajarkannya.

Apa yang membuat Al-Ghazali meninggalkan kariernya yang cemerlang dan memilih jalur sufisme? Dalam autobiografinya, Al-Ghazali menyadari bahwa tak ada jalan menuju ilmu pengetahuan yang pasti atau pembuka kebenaran wahyu kecuali melalui sufisme. Itu menandakan bahwa bentuk keyakinan Islam tradisional mengalami kondisi kritis pada saat itu.

Keputusan Al-Ghazali untuk meninggalkan kariernya yang cemerlang itu, sekaligus merupakan bentuk protesnya terhadap filsafat Islam. Al-Ghazali wafat di usianya yang ke-70 pada tahun 1128 M di kota kelahirannya, Thus. Meski begitu, pemikiran Al-Ghazali tetap hidup sepanjang zaman.


Karya-karya Sang Sufi

Selama masa hidupnya (70 tahun), Imam Al-Ghazali banyak menulis berbagai karya dalam sejumlah bidang yang dikuasainya. Mulai dari fikih, tasawuf (sufisme), filsafat, akidah, dan lainnya.

Dalam kitab Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Asya'irah dan Thabawat Asy-Syafi'iyyah karya Abdurrahman bin Shaleh Ali Mahmud, Imam Al-Ghazali dikenal sebagai penulis produktif. Sejumlah karyanya kini tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Bidang Ushuluddin dan Akidah
1. Arba'in Fi Ushuliddin merupakan juz kedua dari kitabnya, Jawahir Alquran.
2. Qawa'id al-'Aqa`id yang disatukan dengan Ihya` Ulumuddin pada jilid pertama.
3. Al Iqtishad Fil I'tiqad.
4. Tahafut Al Falasifah berisi bantahan Al-Ghazali terhadap pendapat dan pemikiran para filsuf, dengan menggunakan kaidah mazhab Asy'ariyah.
5. Faishal At-Tafriqah Bayn al-Islam Wa Zanadiqah.

Bidang Usul Fikih, Fikih, Filsafat, dan Tasawuf
1. Al-Mustashfa Min Ilmi al-Ushul
2. Mahakun Nadzar
3. Mi'yar al'Ilmi
4. Ma'arif al-`Aqliyah
5. Misykat al-Anwar
6. Al-Maqshad Al-Asna Fi Syarhi Asma Allah Al-Husna
7. Mizan al-Amal
8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi
9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fi al-Masa1il Ukhrawiyah
10. Ma'arij al-Qudsi fi Madariji Ma'rifati An-Nafsi
11. Qanun At-Ta'wil
12. Fadhaih Al-Bathiniyah
13. Al-Qisthas Al-Mustaqim
14. Iljam al-Awam 'An 'Ilmi al-Kalam
15. Raudhah ath-Thalibin Wa Umdah al-Salikin
16. Ar-Risalah Al-Laduniyah
17. Ihya` Ulum al-din
18. Al-Munqidzu Min adl-Dlalal
19.Al-Wasith
20. Al-Basith
21. Al-Wajiz
22. Al-Khulashah
23. Minhaj al-'Abidin

Masih banyak lagi karya Imam Al-Ghazali. Begitu banyak karya yang dihasilkan, menunjukkan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Al-Ghazali. Ia merupakan pakar dan ahli dalam bidang fikih, namun menguasai juga tasawuf, filsafat, dan ilmu kalam. Sejumlah pihak memberikan gelar padanya sebagai seorang Hujjah al-Islam.


Ihya 'Ulum al-Din; Magnum Opus Al-Ghazali
Salah satu karya Imam Al-Ghazali yang sangat terkenal di dunia adalah kitab Ihya` Ulum al-din. Kitab ini merupakan magnum opus atau masterpiece Al-Ghazali. Bahkan, kitab ini telah menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia dalam mempelajari ilmu tasawuf. Di dalamnya, dijelaskan tentang jalan seorang hamba untuk menuju ke hadirat Allah.

Saking luas dan dalamnya pembahasan ilmu tasawuf (jalan sufi) dalam karyanya ini, sejumlah ulama pun banyak memberikan syarah (komentar), baik pujian maupun komentar negatif atas kitab ini.

Syekh Abdullah al-Idrus
''Pasal demi pasal, huruf demi huruf, aku terus membaca dan merenunginya. Setiap hari kutemukan ilmu dan rahasia, serta pemahaman yang agung dan berbeda dengan yang kutemukan sebelumnya. Kitab ini adalah lokus pandangan Allah dan lokus rida-Nya. Orang yang mengkaji dan mengamalkannya, pasti mendapatkan mahabbah (kecintaan) Allah, rasul-Nya, malaikat-Nya, dan wali-wali-Nya.''

Imam an-Nawawi
''Jika semua kitab Islam hilang, dan yang tersisa hanya kitab al-Ihya`, ia dapat mencukupi semua kitab yang hilang tersebut.''

Imam ar-Razi
''Seolah-olah Allah SWT menghimpun semua ilmu dalam suatu rapalan, lalu Dia membisikkannya kepada Al-Ghazali, dan beliau menuliskannya dalam kitab ini.''

Abu Bakar Al-Thurthusi
''Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya` dengan kedustaan terhadap Rasulullah SAW. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasa`il Ikhwan ash-Shafa. Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.'' (Dinukil Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala, 19/334).

Sebagian ulama ada pula yang mengkritik karya Imam Al-Ghazali ini karena memuat sejumlah hadis, yang diduga beberapa sanadnya terputus. Wa Allahu A'lam.



Baca Selengkapnya..

Senin, 23 November 2009

HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI SAW.

Maulid Nabi saw. adalah kelahiran nabi Muhammad, Rasulullah saw.. Beliau saw. dilahirkan di tengah keluarga bani Hasyim di Makkah. Mengenai tanggal kelahirannya, para ahli tarikh berbeda pendapat dalam masalah ini, dan tidak ada dari mereka yang mengetahui secara pasti, namun menurut buku “Sirah Nabawiyah”, karya Shafiyurrahman Mubarakfury -Juara I lomba penulisan sejarah Nabi yang diadakan oleh Rabithah Al-Alam Al-Islamy- Nabi Muhammad saw. dilahirkan pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awal, permulaan tahun dari peristiwa gajah.

Bertepatan dengan itu, terjadi beberapa bukti pendukung kerasulan di antaranya adalah, runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra, padamnya api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi, dan runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah. Hal ini diriwayatkan oleh Baihaqi. Selain itu, Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa Ibu Rasulullah saw. berkata, “Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di syam.”

Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan kepada kakeknya, Abdul Muththalib, untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran cucunya. Maka Abdul Muththalib datang dengan perasaan suka cita, lalu membawa beliau ke dalam ka’bah, seraya berdo’a kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Dia memilihkan nama Muhammad untuk beliau, sebuah nama yang belum pernah dikenal di kalangan Arab. Kemudian beliau dikhitan pada hari ke tujuh, seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab.

Itulah sekelumit sejarah tentang kelahiran Nabi saw., yang kemudian momen penting tersebut diperingati oleh kebanyakan kaum muslimin sejak berlalunya tiga generasi, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in.

Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu.”

Dan dari Ibnu Mas’ud r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Binasalah orang yang berlebih-lebihan dalam tindakannya.” (HR Muslim).

Hadis di atas menerangkan larangan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk memujinya secara berlebih-lebihan. “Janganlah kamu sekalian memujiku dengan berlebih-lebihan.” Artinya adalah janganlah kamu sekalian memujiku dengan cara yang bathil, dan janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku. Makna kata ithra’ dalam hadis tersebut (laa tuthruni), adalah melampaui batas dalam memuji.

Kenyataannya, kebanyakan manusia sangat berlebih-lebihan dalam memuji dan mengagungkan orang yang menjadi panutan dan junjungannya, sehingga mereka meyakini bahwa junjungan mereka itu mampu melakukan sesuatu yang seharusnya hanya hak Allah. Jadi mereka menganggap junjungan mereka itu memiliki sifat ilahiyah dan rububiyah yang sebenarnya hanya milik Allah. Hal itu karena perilaku mereka yang berlebih-lebihan dalam memuji dan menyanjung panutan mereka.

Walaupun Rasulullah saw. sudah melarangnya, tapi kenyataan ini masih terjadi di kalangan sebagian orang yang mengaku sebagai umatnya. Kita dapati di sebagian syair yang di anggap sebagai salah satu shalawat, yang berbunyi, “Allahumma shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ‘ala sayidina Muhammadin alladzi tanhalu bihil ‘uqadu, watanfariju bihil kurabu, wa tuqdha bihil hawaiju....” yang artinya, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam yang sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw., yang karenaya ikatan belenggu terurai, dan karenanya malapetaka sirna, dan karenanya kebutuhan-kebutuhan terpenuhi….” Bukankah itu adalah pujian yang berlebihan, karena menyanjung Rasulullah saw. dengan hal-hal yang sebenarnya hanya kekuasaan Allah saja.

Itu adalah satu contoh tentang keadaan sebagian umat yang melampaui batas dalam memuji Nabinya.

Setelah itu, ada masalah yang tersisa, yaitu bagaimana dengan acara-acara perayaan dan beberapa perilaku yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memperingati kelahiran Nabi saw.. Apakah hal tersebut termasuk perilaku yang berlebih-lebihan dan melampaui batas? Atau merupakan sesuatu hal yang baru yang diada-adakan oleh umat ini?

Tentang hal itu, marilah kita ikuti komentar Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai hukum merayakan maulid Nabi saw..

Beliau berkata, “Pertama, malam kelahiran Nabi saw. tidak diketahui secara pasti, tetapi sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa hal itu terjadi pada malam kesembilan Rabi’ul awal, bukan pada malam kedua belas. Tetapi justru saat ini perayaan maulid dilaksanakan pada malam kedua belas, yang tidak ada dasarnya dalam tinjauan sejarah.

Kedua, dipandang dari sisi akidah, juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat dari Allah, tentulah dilaksanakan oleh Nabi saw. atau disampaikan pada umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah saw. mengerjakannya atau menyampaikan kepada umatnya, mestinya amalan itu terjaga, karena Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9).

Ketika ternyata hal itu tidak didapati, maka bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan dari ajaran agama Allah, maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan tidak boleh menjadikannya sebagai amalan taqarrub kepada-Nya.

Allah telah menetapkan suatu jalan yang sudah ditentukan untuk bisa sampai kepada-Nya –itulah yang datang kepada Rasulullah saw.- maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan membuat jalan sendiri, yang akan menghantarkan kepada-Nya, padahal kita adalah seorang hamba. Ini berarti mengambil hak Allah, yaitu membuat syariat yang bukan dari-Nya, dan kita masukkan ke dalam ajaran Allah. Ini juga merupakan pendustaan terhadap firman Allah, “Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kecukupkan nikmat-Ku kepadamu….” (Al-Maidah: 3).

Maka kami katakan, bila perayaan ini termasuk bagian dari kesempurnaan dien, tentunya sudah ada sebelum Rasulullah saw. wafat. Bila tidak ada, berarti hal itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan dien, karena Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kecukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (Al-Maidah: 3).

Barang siapa yang menyatakan bahwa perayaan maulid adalah termasuk ajaran agama, maka ia telah membuat hal yang baru sepeninggal Rasulullah saw.. ucapannya mengandung kedustaan terhadap ayat yang mulia tersebut.

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang merayakan maulid Nabi, ingin mengagungkan beliau, ingin menampakkan kecintaan dan besarnya harapan untuk mendapatkan kasih sayang beliau dari perayaan yang diadakan, dan dan ingin menghidupkan semangat kecintaan kepada Nabi saw.. Sebenarnya semua ini adalah termasuk ibadah. Mencintai Rasul adalah ibadah, bahkan iman seseorang tidak sempurnya sehingga ia lebih mencintai Rasul dari pada dirinya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia. Mengagungkan Rasulullah saw. juga termasuk ibadah. Haus akan kasih sayang Rasulullah saw. juga merupakan bagian dari dien. Oleh karena itu, seseorang menjadi cenderung kepada syariat beliau. Jika demikian, tujuan merayakan maulid nabi adalah untuk bertaqarrub kepada Allah, dan pengagungan terhadap Rasul-Nya. Ini adalah ibadah. Bila ini ibadah, maka tidak boleh membuat hal yang baru –yang bukan dari Allah- dan dimasukkan ke dalam agama-Nya selama-lamanya. Maka dari itu, jelaslah bahwa perayaan maulid Nabi saw. adalah sesuatu yang diada-adakan (bidah) dan haram hukumnya.

Selain itu, kita juga mendengar bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diterima oleh syar’i, perasaan, ataupun akal. Mereka melantunkan nyanyian-nyanyian untuk maksud-maksud tertentu yang sangat berlebihan tentang Rasulullah saw.. Sehingga mereka menjadikan Rasulullah saw. lebih agung dari pada Allah. –kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut-. Kita juga mendengar bahwa sebagian orang, karena kebodohan mereka, merayakan maulid Nabi, apabila salah seorang membacakan kisah tentang kelahiran Nabi saw. dan jika sudah sampai pada lafadz “Nabi dilahirkan”, mereka berdiri dengan serempak. Mereka berkata, “Rasulullah saw. telah datang, maka kami pun berdiri untuk mengagungkannya.” Ini adalah kebodohan. Dan ini bukanlah adab, karena beliau membenci bila disambut dengan berdiri. Para sahabat adalah orang yang paling mencintai dan mengagungkan beliau, tetapi mereka tidak berdiri bila menyambut beliau, karena mereka tahu bahwa beliau membenci hal itu. Saat beliau masih hidup saja tidak boleh apalagi setelah beliau tidak ada.

Dalam bidah ini –bidah maulid Nabi yang terjadi setelah berlalunya tiga generasi mulia, yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in- terdapat pula kemungkaran yang dilakukan oleh orang-orang yang merayakannya, yang bukan dari pokok ajaran dien. Terlebih lagi terjadinya ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan. Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain. (Majmu’ Fatawa, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin).

Kiranya apa yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin di atas cukup menjelaskan kepada kita tentang hukum merayakan maulid Nabi saw..

Meskipun mengetahui sejarah dan mengenal Nabi saw. adalah wajib bagi kita, bangga –karena beliau adalah rahmat bagi seluruh alam- dan selalu mengenang beliau adalah tugas kita, namun tidak berarti kemudian kita diperbolehkan untuk memuji dan menyanjungnya secara berlebih-lebihan, dan tidak berarti kita boleh mengenangnya dengan melakukan perilaku dan amalan yang justru hal itu tidak pernah dilakukannya dan tidak dianjurkan olehnya.

Seperti yang dilakukan oleh orang-orang sekarang, mereka merayakan maulid Nabi, yang mereka sebut dengan peringatan maulid Nabi, dengan melakukan berbagai amalan dan perbuatan yang justru hal itu bernilai berlebih-lebihan dalam memuji Nabi, atau bahkan merupakan hal baru yang mereka ada-adakan. Lebih dari itu, sebagian perilaku mereka itu ada yang termasuk dalam kategori kesyirikan, yaitu apabila mereka memuji Rasulullah saw. dengan sanjungan-sanjungan dan pujian-pujian yang berisi bahwa Rasulullah saw. mampu melakukan hal-hal yang seharusnya hanya hak dan kekuasaan Allah.

Walaupun tujuan merayakannya adalah ibadah, namun karena tidak ada tuntunannya, maka perbuatan itu sia-sia belaka, dan justru berubah menjadi dosa dan pelanggaran. Karena ibadah itu harus dibangun dengan dalil yang menunjukkannya.

Mengapa memperingati dan mengenang Nabi saw. harus dilakukan sekali dalam setahun, padahal sebagai muslim harus selalu mengenang Nabi dan meneladaninya dalam segala aspek kehidupannya. Bahkan minimal seorang muslim harus menyebut nama Nabi Muhammad saw. lima kali dalam sehari semalam, yaitu pada syahadat dalam salat wajib.

Mengagungkan dan mencintai Nabi adalah sesuatu yang terpuji dan dianjurkan dalam Islam, tapi dalam pelaksanaannya, harus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Rasulullah saw. melarang umatnya melakukan sesuatu (ibadah) yang tidak pernah dicontohkan olehnya dalam segala hal.

Bagaiamana mungkin, orang yang mengaku mencintai dan menyanjung Rasulullah saw. , akan tetapi justru melakukan sesuatu yang sangat dibenci olehnya. (Zen bin Choodry).

Baca Selengkapnya..

Minggu, 15 November 2009

Majzaah bin Tsaur as-Saduusi

Dia adalah seorang pahlawan yang berani mati dari bala tentara Allah yang baru selesai memenangkan Perang Qadisiyah. Kini mereka sedang mengirapkan debu-debu pertempuran Qadisiyah dari tubuh mereka. Mereka sedang bergembira dan bersyukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT. Mereka bertekad bulat hendak syahid di medan tempur menyusul kawan-kawannya yang telah gugur, semata-mata karena mengharapkan balasan pahala dari Allah SWT. Mereka mengharapkan kematian itu di medan tempur berikutnya, yang sama sengit dan dahsyatnya dengan pertempuran Qadisiyah.

Kini mereka sedang menunggu perintah Khalifah Umar bin Khaththab untuk meneruskna jihad fi sabilillah, mencabut singgasana Raja Kisra (Persia) dari tampuknya. Tidak berapa lama tibahlah utusan khusus Khalifah Umar dari Madinah. Utusan tersebut membawa surah perintah dari Khalifah untuk Panglima Abu Musa al-Asy'ari yang sedang menunggu di Kufah dengan seluruh angkatan perangnya.

Khalifah memerintahkan Pangliman Abu Musa supaya bergabung dengan tentara muslimin dari Bashrah. Kemudian, dengan tentara gabungan itu supaya menyerang angkatan perang Persia di Ahwaz, sebuah distrik di Teluk Persi, sebelah selatan Iran sekarang, yang dipimpin Panglima Hurmuzan. Selanjutnya membebaskan kota Tustar, sebuah kota yang menjadi permata bagi mahkota kerajaan dan mutiara Persia.

Dalam surah perintah itu, Khalifah memberikan pula beberapa petunjuk praktis, antara lain supaya mengikutsertakan Majzaah bin Tsaur as-Saduusi, penunggang kuda yang cekatan, pemimpin dan penguasa Bani Bakar yang dipatuhi.
Setelah memahami setiap perintah Khalifah dengan cermat, Panglima Abu Musa al-Asy'ari langsung menyiapkan seluruh pasukannya dan menempatkan Majzaah bin Tsaur as-Saduusi di sayap kiri pasukan tempur, kemudian bergabung dengan tentara muslimin yang datang dari Bashrah. Lalu, mereka maju serentak menuju Ahwaz, berperang fi sabilillah.

Setiap melalui kota, mereka membebaskan penduduk dari penindasan pemerintahan otokratis yang zalim, lalu mereka ganti dengan pemerintahan demokratis yang tauhid. Mereka membersihkan seluruh benteng pertahanan musuh dari prajurit-prajurit yang bertahan. Panglima Hurmuzun lari terbirit-birit dari satu kota ke kota yang lain, sehingga akhirnya dia sampai ke kota Tustar dan bertahan di kota itu mati-matian.
Tustar yang merupakan benteng terakhir bagi Hurmuzun adalah sebuah kota yang indah dan termegah di Persia serta beriklim nyaman. Kota tua dan kota budaya yang terkenal dalam sejarah serta bentengnya kokoh dan kuat. Kota itu terletak di pegunungan dekat Sungai Dujal yang besar. Di atasnya terdapat sebuah bendungan besar yang dibangun oleh Raja Sabur. Air bendungan itu dialirkan dari gunung melalui terowongan yang digali di bawah tanah.

Bendungan Tustar termasuk salah satu keajaiban dunia yang pernah dibangun manusia. Terbuat dari batu-batuan gunung berkualitas tinggi, dengan tiang-tiangnya kokoh, kuat, dan berlantai marmer. Ahli-ahli sejarah mengatakan bahwa dinding tembok Tustar adalah yang pertama terbesar yang pernah dibangun manusia di muka bumi.
Hurmuzan telah menggali parit yang dalam dan lebar sekeliling pagar tembok, untuk menghalangi musuh menerobos masuk kota Tustar. Di belakang parit ditempatkan pasukan tempur tentara Persia yang pilihan.

Tentara muslimin mengepung kota Tustar sekitar parit selama delapan belas bulan. Selama masa itu, telah terjadi delapan puluh kali pertempuran sengit dengan tentara Persia yang mempertahankan Tustar. Namun, pertahanan mereka tidak dapat ditembus tentara muslimin. Biasanya, setiap pertempuran dimulai dengan perang tanding satu lawan satu antara prajurit pasukan berkuda dari kedua belah pihak. Kemudian, berkecamuk perang yang besar yang meminta korban besar pula dari masing-masing pihak.

Dalam perang tanding tersebut, Majzaah bin Tsaur memperlihatkan keberanian dan ketangkasan yang luar biasa, sehingga membingungkan pihak lawan maupun kawan sendiri. Majzaah dengan mudah dapat menewaskan seratus orang tentara musuh. Karena itu, namanya cepat tersebar ke seluruh barisan, menimbulkan gentar pasukan musuh, dan membangkitkan semangat keberanian di hati kaum muslimin. Orang yang belum mengetahui kini mengerti, mengapa amirul mukminin mendesak supaya menempatkan pahlawan yang gagah berani ini dalam pasukan inti barisan penyerang.

Setelah pertempuran yang kedelapan puluh, tentara muslimin melakukan serangan yang mengejutkan dan sangat berani. Bangkai-bangkai kuda mereka tumpuk di dalam parit untuk titian. Lalu mereka melaju menyeberangi parit. Tetapi, mereka tidak berhasil mencapai kota, karena semua pintu dikunci dari dalam oleh tentara Persia.
Ketangguhan tentara muslimin kini mendapat malapetaka besar. Tentara Persia menghunjani mereka dengan panah dari menara-menara tinggi, sehingga korban dari pihak muslimin banyak berjatuhan. Dari puncak pagar tembok terjulur pula rantai besi, di ujung setiap rantai terdapat pengait yang sudah dibakar merah membara. Bila tentara muslimin memanjat tembok atau mendekat ke tembok, mereka dikait oleh tentara Persia, lalu ditariknya ke atas. Tentara muslimin yang terkait tubuhnya akan hangus terbakar, lalu dagingnya mengelupas, kemudian tewas.

Tentara muslimin mengalami cobaan hebat dalam serangan kali ini, sementara orang-orang Persia tetap bertahan di benteng mereka yang kokoh. Sesudah melakukan pengepungan yang lama di luar parit, kini mereka menghadapi tembok benteng yang tinggi dan kokoh, dan sangat sukar untuk ditembus. Dalam usaha mereka merebut benteng yang satu ini, tentara muslimin harus membayar dengan harga yang sangat mahal.

Akan tetapi, mereka tidak pernah mundur, apalagi putus asa. Mereka telah bertekad bulat hendak syahid. Karena itu, mereka memohon kepada Allah dengan hati rendah dan penuh khusyu', semoga Allah melepaskan mereka dari kesulitan yang mereka hadapi dan memenangkan mereka atas musuh-musuh Allah.

Ketika Panglima Abu Musa mengamat-amati tembok Tustar yang tangguh ini, tiba-tiba sebuah anak panah jatuh di dekatnya. Panglima Abu Musa mengamati anak panah tersebut, dan sepucuk surah tampak terselip padanya. Panglima Abu Musa mengambil surah tersebut dan membacanya: "Hai, kaum muslimin! Saya percaya akan janji kalian jika kalian berjanji. Saya pribadi, harta saya, keluarga, dan pengikut saya, memohon perlindungan dari kalian. Saya berjanji akan menunjukkan kepada kalian satu-satunya jalan yang dapat membawa kalian masuk kota."
Panglima Abu Musa al-Asy'ari segera membalas surah tersebut. Katanya, "Anda kami lindungi!" Setelah itu surah tersebut dilemparkannya dengan panah ke arah datangnya surah yang diterima.

Si pengirim surah penuh percaya dengan perlindungan yang dijanjikan kaum muslimin. Karena, dia tahu benar kaum muslimin tidak akan mengingkari janji. Dia keluar dengan sembunyi-sembunyi ke daerah tentara kaum muslimin, dan berbicara panjang lebar dengan Panglima Abu Musa.

Katanya, "Kami adalah pemimpin-pemimpin kaum. Hurmuzan membunuh abang saya, dan bertindak sewenang-wenang terhadap harta dan keluarganya. Dia menaruh dendam kepadaku dan mengancamku dengan tindakan serupa terhadap diriku dan anak-anakku. Saya terkesan dengan keadilan Anda terhadap setiap kezaliman, dan tindakan Anda atas setiap penyelewengan. Saya bertekad hendak menunjukkan jalan rahasia kepada Anda, yang dapat membawa Anda ke Tustar. Berilah saya beberapa orang yang berani mati, tetapi pintar dan tangkas berenang. Nanti saya tunjukkan kepadanya jalan."
Panglima Abu Musa memanggil Majzaah bin Tsaur as-Saduusi dan membisikkan perintah rahasia kepadanya, "Beri saya orang-orangmu yang pintar, berani, dan tangkas berenang." "Tunjukklah saya, panglima!" jawab Majzaah memperlihatkan kesediaannya.
"Jadi, engkau bersedia, semoga Allah memberkatimu," jawab Abu Musa. Lalu, Abu Musa memberikan petunjuk kepada Majzaah supaya mengingat dengan teliti jalan-jalan yang dilalui menuju sasaran, menandai dengan pasti segala pintu rahasia, memastikan tempat persembunyian atau markas Hurmuzan dan mengetahui orang-orangnya dengan segala cirinya. Dan, jangan bertindak atau melakukan sesuatu di luar perintah. Lakukan, semua serba rahasia!"

Majzaah bin Tsaur berangkat bersama orang Persia: penunjuk jalan. Mereka memasuki terowongan bawah tanah lewat sungai. Kadang-kadang jalan terowongan itu lebar, memungkinkan seratus pejalan kaki lewat. Terkadang sempit, hanya muat seorang perenang. Di samping itu, jalan tersebut bersimpang siur penuh jebakan-jebakan. Terkadang mendaki atau rata dan menurun. Begitulah seterusnya, sehingga bertemu dengan sebuah lubang yang langsung tembus sampai ke kota.

Penunjuk jalan menunjukkan Hurmuzan yang telah membunuh abangnya kepada Majzaah, dan tempat persembunyiannya. Ketika Majzaah melihat Hurmuzan, timbul niatnya hendak memanah batang lehernya. Tetapi, untunglah Majzaah cepat ingat perintah Panglima Abu Musa, supaya jangan bertindak di luar perintah, karena dapat menggagalkan rencana yang lebih besar. Majzaah segera mengendalikan diri. Kemudian, dia kembali ke pos komando sebelum fajar.

Abu Musa menyiapkan tiga ratus tentara muslimin yang paling berani, tangguh, dan tangkas berenang. Kemudian, diangkatlah Majzaah menjadi komandan mereka. Abu Musa memberikan perintah dan petunjuk-petunjuk praktis dalam melaksanakan tugas berat, berbahaya, tetapi sangat rahasia. Kata-kata sandi bila mereka menerjunkan diri ke dalam kota adalah kalimah takbir "Allahu Akbar".

Majzaah memerintahkan pasukannya memakai pakaian seringkas mungkin supaya tidak menyulitkan ketika berenang. Dia mengingatkan mereka, jangan membawa senjata selain pedang. Dia memerintahkan supaya mengikat pedang erat-erat ke tubuh, di bawah pakaian masing-masing. Kemudian, Majzaah berangkat dengan pasukannya setelah lewat sepertiga malam. Dua jam lamanya pasukan Majzaah bergumul dengan halangan dan rintangan yang berbahaya sepanjang terowongan. Kadang-kadang dapat menundukkannya dengan mudah, tetapi tidak jarang pula mereka yang terbanting. Tatkala mereka sampai ke muka pintu yang langsung menuju kota, jumlah pasukannya tinggal delapan puluh orang saja. Dua ratus dua puluh orang hilang ditelan terowongan yang amat berbahaya itu.

Serentak tumit Majzaah berjejak di dalam kota, mereka segera menghunus pedang dan membunuh pangawal-pengawal yang tidak menduga kehadiran mereka. Kemudian, mereka lompat ke segala pintu dan membukanya sambil membaca takbir. Takbir mereka disambut dengan takbir-takbir kawannya yang di luar. Kaum muslimin tumpah ruah memasuki kota Tustar tepat ketika fajar.

Akhirnya, berkecamuklah perang tanding yang lebih dahsyat dan mengerikan antara kaum muslimin dengan musuh-musuh Allah. Suatu perang tanding yang belum pernah terjadi sedahsyat itu dalam sejarah peperangan sebelumnya, baik mengenai banyaknya korban yang jatuh maupun kedahsyatannya.

Saat pertempuran berkecamuk, Majzaah bin Tsaur melihat Hurmuzan di pekarangan. Majzaah segera memburu dan melompatinya dengan pedang. Hampir saja Hurmuzan di telan gelombang pertempuran. Tetapi, untung baginya, dua orang pengawal segera melindunginya. Majzaah melihat peluang yang lain. Secepat kilat dia bergerak menyerang Hurmuzan dan mereka saling melompati satu sama lain. Pedang mereka saling memukul. Tetapi, sayang bagi Majzaah, pedangnya meleset, sedangkan pedang Hurmuzan tepat mengenai sasaran. Majzaah bin Tsaur, pahlawan yang gagah berani jatuh terbanting. Dia syahid dalam pertempuran yang sangat diidam-idamkannya. Dia menghadap Allah dengan tenang sebagaimana telah ditetapkan Allah baginya. Tentara muslimin terus bertempur, sehingga kemenangan akhir berada di pihak mereka.
Hurmuzan menyerah sebagai tawanan kaum muslimin. Perutusan yang menyampaikan laporan kepada khalifah atas kemenangan kaum muslimin tiba di Madinah. Mereka membawa oleh-oleh kemenangan bagi khalifah. Mereka menghalau Hurmuzan dan memakaikan mahkota bertatahkan mutiara. Di bahunya bergantung tanda-tanda kebesaran kerajaan Persia dari benang emas berumbai-umbai untuk diperlihatkan kepada khalifah. Para utusan sengaja membawa Hurmuzan menghadap Khalifah dengan pakaian demikian untuk menghibur beliau, karena pahlawan andalan beliau Majzaah bin Tsaur as-Saduusi yang gagah berani tewas sebagai syahid dalam pertempuran.

Baca Selengkapnya..

Nu'man bin Muqarrin al-Muzany

"Sesungguhnya bagi iman ada rumah; bagi nifak ada rumah. Dan sesungguhnya rumah Bani Muqarrin adalah rumah-rumah iman." (Abdullah bin Mas'ud).

Perkampungan kabilah Muzainah terletak dekat Yastrib, di jalan yang terbentang antara Madinah dan Mekah. Ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, berita tersebut segera sampai ke Muzainah melalui orang-orang yang lewat pagi dan petang. Tidak ada berita yang sampai kepada mereka melainkan semuanya berita baik belaka.

Pada suatu senja, Nu'man bin Muqarrin al-Muzany, yang menjadi kepala suku Muzainah, duduk di pendopo rumahnya beserta saudara-saudaranya dan para sesepuh suku. Nu'man berkata kepada mereka, "Wahai kaumku, tidak ada yang kami ketahui tentang Muhammad itu, melainkan semuanya baik. Tidak ada dakwahnya yang kami dengar melainkan menganjurkan berkasih-kasihan, berbuat ihsan (kebajikan), dan keadilan. Mengapa kita lari memenuhi panggilannya, sedangkan orang-orang lain segera menemuinya?" Kemudian dia melanjutkan bicaranya, "Adapun saya, sesungguhnya sudah membulatkan tekad akan pergi menemuinya besok pagi. Karena itu siapa saja di antara kalian yang ingin pergi bersamaku, bersiaplah!"

Kata-kata Nu'man tersebut menyentuh hati mereka dengan halus. Maka, setelah hari subuh, didapatinya sepuluh orang saudara-saudaranya dan empat ratus prajurit berkuda suku Muzainah sudah siap untuk berangkat bersama-sama dengan Nu'man ke Yastrib menemui Nabi saw. dan masuk agama Allah. Tetapi, Nu'man merasa malu mendatangi Nabi saw. dengan rombongan besar seperti itu tanpa membawa oleh-oleh untuk beliau dan bagi kaum muslimin. Namun apa boleh buat, kabilah Muzainah sedang mengalami tahun paceklik karena musim kemarau yang panjang. Ternak mereka tidak memberikan susu, dan tanaman mereka tidak memberikan buah.

Nu'man berjalan dari rumah ke rumah saudara-saudaranya, mengumpulkan apa yang masih tersisa pada mereka berupa buah-buahan, sebagai oleh-oleh untuk Nabi saw. dan kaum muslimin. Nu'man membawa oleh-oleh yang sedikit itu kepada Rasulullah. Dia dan orang-orang yang mengikutinya menyatakan masuk agama Islam di hadapan beliau. Seluruh pelosok Yastrib goncang karena gembira dengan Islamnya Nu'man bin Muqarrin al-Muzany beserta pengikutnya. Belum pernah rumah tangga Arab sebelum itu masuk Islam sekaligus sebelas orang bersaudara sebapak beserta empat ratus prajurit berkuda.

Rasulullah lebih-lebih gembira dengan Islamnya Nu'man. Bahkan, Allah Ta'ala menerima dengan baik oleh-oleh yang seadanya dari Nu'man untuk Rasulullah dan kaum muslimin. Firman Allah, "Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya di jalan Allah itu sebagai jalan mendekatnya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (At-Taubah: 99).

Nu'man bin Muqarrin menggabungkan diri ke bawah bendera Rasulullah saw. Dia turut berperang bersama-sama beliau dalam setiap peperangan, tanpa berlalai-lalai. Setelah Rasulullah wafat, dan pemerintahan berada di tangan Khalifah Abu Bakar, Nu'man dan kaumnya berdiri teguh di samping Abu Bakar dan memberikan andil besar dalam menumpas orang-orang murtad. Dan, tatkala pemerintahan berada di tangan Khalifah Umar bin Khattab, Nu'man memegang peranan yang senantiasa disebut-sebut dalam sejarah, penuh dengan pujian dan penghargaan.

Tidak berapa lama sebalum terjadi perang Qadisiyah, Sa'ad bin Abbi Waqash, panglima tentara kaum muslimin, mengirim sebuah delegasi di bawah pimpinan Nu'man bin Muqarrin kepad Kisara Yazdajird untuk mengajaknya masuk Islam. Setelah delegasi itu sampai di kota tempat Kisra bertahta, mereka minta izin masuk untuk bertemu dengan Kisra, lalu mereka diizinkan masuk. Kisra memanggil juru bahasa dan bertitah kepadanya, "Tanyakan kepada mereka, apa maksud kedatangannya ke negeri kita. Apakah kalian ingin memerangi kami? Ataukah, kalian menginginkan kekayaan kami dan mengalahkan kami. Sesungguhnya kami telah siap menunggu kehadiran kalian, namun tidak ada maksud kami hendak menyerang kalian." Nu'man menoleh kepada kawan-kawannya dan berkata, "Jika saudara-saudara setuju, biarlah saya yang menjawabnya. Tetapi, jika ada saudara-saudara yang hendak menjawabnya silahkan." Jawab kawan-kawan Nu'man, "Tidak! Silakan Anda yang bicara!" Kemudian mereka menoleh kepada Kisra seraya berkata, "Inilah juru bicara kami. Dia berbicara dengan bahasa kami. Karena itu dengarkanlah dia baik-baik!"

Lebih dahulu Nu'man memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian katanya, "Sesungguhnya Allah Ta'ala mengasihi kami dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kami. Diutus-Nya seorang rasul kepada kami, yang menunjuki kami kepada kebaikan dan menyuruh kami mengerjakannya. Diingatkannya kami tentang kejahatan dan dilarangnya kami mengerjakannya. Dia menjanjikan kepada kami, jika kami perkenankan seruannya, maka Allah akan memberi kami kesejahteraan dunia dan akhirat. Janjinya memang tepat dan terbukti kebenarannya. Kehidupan kami yang susah dan sempit, dalam tempo singkat berubah menjadi lapang. Kami yang hina dina, naik menjadi mulia. Hidup kami yang senantiasa bermush-musuhan bertukar menjadi persaudaraan dan berkasih-kasihan. Beliau memerintahkan kami mengajak seluruh umat manusia supaya mengikuti agamanya untuk kesejahteraan mereka, dan mulai dengan mengajak tetangga-tetangga kami. Nah, inilah kami datang kepada Anda, untuk mengajak Anda sekalian masuk agama kami, agama Islam. Agama yang memandang baik segala yang baik serta mendorong untuk melaksanakannya, dan memandang buruk segala yang buruk serta mendorong untuk tidak melakukannya. Agama kami memindahkan penganut-penganutnya dari gelap-gelap kekafiran dan penganiayaan kepada terang-benderang keimanan dan keadilan. Jika Anda sekalian memperkenankan ajakan kami kepada Islam, kami tinggalkan kepada Anda kitabullah (Alquran), dan kami tetapkan Anda sebagai penguasa yang berwenang menegakkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Sesudah itu kami segera kembali ke negeri kami dan membiarkan Anda mengurus negeri dan rakyat Anda. Jika Anda menolak masuk agama Allah, kami harus memungut upeti dari kalian, dan kalian kami lindungi. Jika kalian enggan membayar upeti, kalian akan kami perangi.
Wajah Yazdajird menyala karena marah yang bukan kepalang mendengarkan bicara Nu'man. Katanya, "Setahu saya tidak ada bangsa di muka bumi ini yang lebih celaka dari bangsa kalian. Jumlah rakyat kalian sangat sedikit. Antara suku-suku bangsa kalian selalu saling bermusuhan. Dan, kehidupan rakyat kalian paling murat-marit. Sesungguhnya kami pernah memerintah negeri kalian sampai ke pelosok-pelosok. Mereka patuh dan tunduk kepada kami dibandingkan dengan kalian."

Setelah kemarahanya agak berkurang, dia berkata, "Jika kedatangan kalian hendak minta bantuan, akan kami perntahkan mengirim pangan untuk memakmurkan rakyat negeri kalian, dan sandang untuk para pemimpin dan pemuka-pemuka kaum kalian dan kami angkat seorang raja dari pihak kami yang mengasihi kalian!"
Seorang anggota delegasi Nu'man menjawab dengan jawaban yang membangkitkan kembali api kemarahan Kisra. Lalu kata Kisra, "Seandainya para utusan boleh dibunuh, sungguh saya habiskan kalian semuanya. Pergilah kalian semuanya! Kalian tidak akan mendapatkan apa-apa dari saya. Sampaikan kepada pemimpin kalian, saya akan memerintahkan Panglima Rustam menguburkannya dan mengubur kalian semua ke dalam parit Qadisiyah."

Kemudian, Kisra memerintahkan para pengawalnya mengambil sebakul tanah dan menjunjungkannya kepada anggota delegasi yang paling muda. Antarkan mereka sampai ke batas kota dengan ditonton orang banyak. Para pengawal bertanya kepada delegasi Nu'man, "Siapa di antara kalian orang yang paling muda?" 'Ashim bin Umar segera menjawab lebih dahulu, "Saya!" Maka mereka meletakkan tanah sebakul itu di kepala Ashim dan disuruh mengangkat sampai batas kota. Setelah melewati perbatasan, tanah itu diletakkannya ke atas unta dan dibawanya ke hadapan Panglima Sa'ad bin Waqash, dan menggembirakan Sa'ad dengan ucapannya, "Allah akan memenangkan kaum muslimin atas negeri Persi dan akan menguasai tanah mereka."

Tidak berapa lama kemudian berkobarlah perang Qadisiyah. Parit pertahanannya penuh dengan mayat prajurit-prajurit Kisra yang tewas. Persia tidak tinggal diam atas kekalahan tentara mereka pada perang Qadisiyah gebrakan pertama itu. Maka dikumpulkannya seluruh anggota masyarakat Persia (milisi), lalu mereka gerakkan menjadi pasukan-pasukan perang, sehingga semuanya berjumlah 50.000 prajurit.
Tatkala Khalifah Umar mendengar berita tentang pasukan musuh yang berjumlah besar itu, beliau berazam (bertekad) hendak memimpin sendiri tentara kaum muslimin ke medan perang. Tetapi, niat beliau yang bertabggubg jawab itu dicegah oleh pemuka-pemuka kaum muslimin. Mereka mengusulkan, agar baliau menunjuk seorang perwira yang tangguh dan berpengalaman menghadapi perang seperti itu.

Kata Khalifah Umar, "Kalau begitu, tunjukkan kepada saya siapa perwira yang tepat diangkat menjadi panglima perang parit itu." Jawab mereka, "Anda tentu lebih tahu perwira-perwira anda hai Amirul Mukminin!" Kata Khalifah Umar, "Demi Allah, akan saya angkat perwira yang lebih berpengalaman. Dia adalah Nu'man bin Muqarrin al-Muzany." Jawab mereka, "Ya memang dialah orangnya!"

Khalifah Umar menulis surah perintah kepada Nu'man bin Muqarrin sebagai berikut, "Amma bakdu. Saya mendapat laporan, bahwa tentara Ajam (Persia) dalam jumlah besar telah siaga di kota Nahawand untuk memerangi kamu. Karena itu, sesampainya suratku ini, berangkatlah kamu dengan segera atas perintah Allah dan dengan mengharap pertolongan serta kemenangan dari Allah berserta seluruh tentara muslimin yang berada di bawah komandomu. Janganlah kamu diperlambat-lambat oleh mereka karena kesukaran yang sedikit. Seorang prajurit muslim lebih kusukai daripada seribu dinar. Salamku untukmu."

Nu'man bin Muqarrin segera berangkat dengan pasukannya menghadang musuh. Di barisan terdepan ditugaskan pasukan perintis yang terdiri dari prajurit-prajurit berkuda untuk membuka jalan. Setelah pasukan perintis hampir tiba di Nahawand, kuda mereka mogok tidak mau terus. Sekalipun mereka paksa, kuda-kuda itu tetap tidak mau jalan. Mereka turun dari punggung kuda dan menyelidiki apa yang terjadi. Setelah diperiksa, tahulah mereka tapak-tapak kaki kuda mereka tertusuk paku-paku besi yang runcing. Setelah mereka selidiki lebih lanjut, ternyata paku-paku tajam serupa penuh bertebaran sepanjang jalan ke Nahawand. Paku-paku tajam tersebut sengaja disebar tentara Persia untuk memperlambat gerak laju tentara berkuda dan pejalan kaki kaum muslimin ke Nahawand.

Pasukan perintis segera melaporkan apa yang terjadi kepada Nu'man sambil menungu supaya perintah selanjutnya. Nu'man memerintahkan supaya tetap tinggal di tempat dan menyalakan api tengah malam supaya dilihat musuh untuk menakut-nakuti mereka, dan memperdayakan mereka agar musuh-musuh itu menemui mereka serta menyingkirkan paku-paku tajam dari jalanan. Siasat memperdayakan tentara Persia itu berhasil dengan gemilang. Setelah tentara Persia melihat tentara perintis kaum muslimin, mereka lari kacau balau, dan mengirim para pekerja membersihkan jalanan dari paku-paku tajam. Tentara muslimin berhasil menguasai jalanan dengan bebas.
Nu'man bin Muqarrrin mengumpulkan pasukannya dekat Nahawand. Dia berencana akan menyergap musuh secara mendadak. Katanya, "Saya akan meneriakkan takbir tiga kali. Pada takbir pertama, hendaklah kalian siap siaga semuanya. Takbir kedua, siapkan senjata. Takbir ketiga, saya menyerang musuh. Kalian hendaklah turut menyerang bersama-sama dengan saya.

Nu'man takbir yang ketiga kali. Lalu, dia melompat menyerang musuh bagaikan singa liar. Tentara muslimin tumpah ruah mengikutinya bagaikan banjir. Maka, berkobarlah perang yang mengerikan antara kedua belah pihak, yang belum ada bandingannya dalam sejarah peperangan. Tentara Persia terpecah-pecah sedemikian rupa, sehingga mereka banyak yang tewas memenuhi padang dan bukit-bukit. Darah mereka berceceran di mana-mana. Nu'man tergelincir di genangan darah lalu dia jatuh terbanting. Dia segera ditikam lawannya dengan tikaman yang mematikan. Saudara Nu'man segera mengambil bendera yang dipegangnya, dan mengerudungkan sorban yang dipakai Nu'man ke kepalanya. Kematian abangnya dirahasiakannya kepada tentara kaum muslimin.
Setelah kaum muslimin memperoleh kemenangan dengan sempurna, para prajurit menanyakan Nu'man, perwira yang gagah berani. Adik Nu'man membuka kerudung penutup kepala seraya berkata, "Inilah pemimpin kalian. Allah telah menutup matanya dengan kemenangan dan mengakhiri hidupnya sebagai syuhada." Mereka menamakan kemenangannya sebagai Fathul Futuh (kemenangan di atas segala kemenangan). Semoga Allah meridai pegorbanan Nu'man bin Muqarrin al-Muzany. Amin!

Baca Selengkapnya..

Jumat, 13 November 2009

VALENTINE’S DAY DALAM PANDANGAN ISLAM

Dewasa ini masyarakat kita tengah menghadapi invasi kultural berskala global dan dampaknya amat dahsyat. Invasi tersebut dapat berupa invasi pemikiran di bidang ideologi, budaya, politik maupun sosial ekonomi. Mode, west lifestyle (gaya hidup barat), free sex, pornografi dan lain-lain yang semuanya adalah sejumlah “budaya import” yang amat masih dipaksakan di masyarakat muslim. Salah satu invasi kultural yang kini marak dimasyarakatkan adalah budaya memperingati Valentine’s day. Biasanya Valentine’s day dirayakan setiap tanggal 14 Februari. Tulisan ini mencoba memaparkan ikhwal sejarah Valentine’s day dan bagaimanakah seharusnya seorang muslim menyikapinya.


Ada suatu budaya baru yang kini nge-trend di masyarakat kita. Yaitu budaya memperingati hari Valentine yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari. Valentine’s day sering disebut sebagai hari kasih sayang. Biasanya ditandai dengan pemberian kado bunga, coklat, gula-gula, snack dan lainnya diiringi dengan ucapan “Happy Valentine’s day.” Di sebagian kalangan remaja, budaya ini marak dilakukan baik kepada teman maupun pacar. Mereka memanfaatkan hari Valentine untuk mengungkapkan kasih sayang mereka dan pasangan mereka yang berakhir dengan perbuatan mesum yang sangat dilarang agama. Hotel-hotel dan klub-klub malam juga menyelenggarakan acara-acara yang bertema valentine’s day, dengan beragam paket hura-hura dan pesta pora. Tentu ini tidak lepas dari keuntungan bisnis yang bakal diraupnya, di samping memasyarakatkan budaya Valentine’s day.

Sayangnya, akhir-akhir ini Valentine’s day juga dirayakan oleh remaja Muslim, meski budaya tersebut sebenarnya asing dan tidak ada sandarannya dalam sejarah Islam.

Secara historis, perayaan Valentine’s day tak lepas dari sosok seorang pendeta Nashrani bernama Santo Valentine. Pendeta Santo Valentine adalah seorang pendeta Romawi yang hidup pada abad ketiga. Pada masa itu, Imperium Roma diperintah oleh seorang kaisar bernama Claudius II. Kaisar Romawi ini berpendapat bahwa pria yang masih lajang lebih pantas menjadi tentara negara dari pada menghabiskan masa mudanya dengan istri dan keluarganya. Selanjutnya ia mengeluarkan peraturan kerajaan tentang larangan menikah muda bagi warganya. Peraturan yang tak manusiawi ini mendapatkan tantangan keras dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu yang amat gigih menentang maklumat ini adalah Pendeta Valentine. Ia sangat tidak setuju dengan peraturan itu karena peraturan tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia. Disisi lain, pendeta Valentine menikahkan pasangan muda-mudi secara diam-diam. Ia telah banyak menikahkan pasangan muda-mudi tanpa sepengetahuan kerajaan. Lambat laun, perbuatan ‘illegal’ Pendeta Valentine diketahui oleh Kaisar.

Akhirnya, Kaisar memerintahkan untuk menangkap Pendeta Valentine dan memberikan hukuman mati kepada Pendeta Valentine karena dianggap melanggar peraturan kerajaan. Selanjutnya Pendeta Valentine dipenjara sambil menunggu masa eksekusi hukuman mati.

Selama masa tahanan, Pendeta Valentine senantiasa bersikap gembira, riang dan ketika itu banyak remaja yang mengunjunginya. Para pemuda itu sangat mengagumi Pendeta Valentine. Mereka membawakan bunga untuk Pendeta Valentine sebagai tanda cinta mereka. Salah satu remaja putri yang sering mengunjunginya adalah putri sipir. Akhirnya mereka menjadi sahabat sejati dalam penjara. Mereka mengobrol berlama-lama dalam penjara dan mengeluarkan curahan hati mereka yang paling dalam. Pada gadis yang biasa mengunjunginya, dan sebagai ucapan terima kasih atas persahabatan dan kesetiaannya selama ini, maka Pendeta Valentine menandatangani surat tersebut dengan ungkapan “Love from Your Valentine” . Ia wafat pada tanggal 14 Februari tahun 269 Masehi. Hari kematian Pendeta Valentine inilah yang kemudian diperingati setiap tahun, untuk mengingatkan makna pentingnya cinta, kesetiaan dan persahabatan. Inilah ikhwal sejarah hari kasih sayang atau Valentine’s day.

Terkait dengan invasi kultural, baik berupa Valentine’s day, west lifestyle atau yang lainnya, setidaknya ada tiga sikap perilaku yang berlangsung di masyarakat Muslim:
Pertama, menerima segala apa yang berasal dari barat, baik atau buruk, karena ini merupakan simbol kemajuan masyarakat modern. Kedua, menolak segala apa yang berasal dari barat, baik atau buruk, karena ini merupakan simbol kekacau-balauan masyarakat Islam di zaman modern ini. Ketiga, menyeleksi segala apa yang berasal dari barat karena ini merupakan interaksi peradaban yang tak mungkin dielakkan dalam pergaulan masyarakat internasional di zaman modern ini. Peradaban yang baik dari barat yang sesuai dengan nilai-nilai universal Islam, seperti kemajuan Iptek, riset, pengembangan sains dan lain-lain, mereka kembangkan di masyarakat Islam sesuai dengan norma-norma, nilai dan etika yang diajarkan Islam. Adapun peradaban barat yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai universal Islam, seperti free sex, pergaulan bebas, dansa-dansi laki-laki dan perempuan, minuman beralkohol, prostitusi, mode pakaian ketat dan lain-lain, mereka tinggalkan. Sebab inilah sumber penyakit sosial di masyarakat Muslim. Ketiga sikap ii mencerminkan perilaku peradaban yang beragam di masyarakat Muslim.
Sikap pertama mencerminkan perilaku Muslim yang kalah dalam peperangan peradaban ini, sehingga ia bersikap membeo terhadap segala yang dititahkan oleh desainer-desainer peradaban barat. Akibatnya umat Islam akan terkagum-kagum dengan peradaban barat dan pada akhirnya menganggap kuno budaya umat Islam dan meninggalkan warisan Islam yang agung ini.

Sikap kedua mencerminkan muslim yang tidak siap menghadapi segala perubahan budaya yang tak mungkin dielakkan. Akibtnya ia terisolasi di tengah pergaulan internasional dan ia tetap berada dalam kehidupan ‘tradisional’ di tengah kemodernan zaman.

Sikap ketiga mencerminkan muslim yang siap berinteraksi dengan masyarakat internasional tanpa kehilangan jati dirinya sebagai muslim. Inilah sikap muslim yang siap mengadakan ‘hiwar hadhari’ (dialog peradaban). Untuk pengembangan diri yang baik, ia siap berubah seiring dengan perubahan zaman, namun ia juga menolak tegas hal-hal yang memang dilarang dalam agama. Dengan kata lain ia siap membela nilai-nilai Islam di tengah-tengah peradaban global.

Terkait dengan Valentine’s day, kita harus menyadari betul bahwa sejarah Valentine tak lepas dari sejarah seorang Santo. Dalam kepercayaan Nashrani, Santo adalah seorang yang dianggap suci di kalangan agama Katholik. Jadi secara historis, ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang bukan dari Islam. Dalam hal ini, Al-Qur’an dan As-Sunnah telah memberikan rambu-rambunya. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.” (QS.Ali Imran 3 : 149)

Dalam hal ini, orang-orang non Muslim berusaha menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan. Rasulullaah SAW juga telah melarang umat Islam mengikuti perayaan hari besar yang dianut agama lain. Selain aspek historis yang mengharuskan umat Islam tidak boleh latah mengikuti budaya Valentine’s day, aspek lain yang tidak kalah penting adalah prosesi Valentine’s day yang berseberangan dengan nilai-nilai dan hukum-hukum Islam. Seperti ungkapan kasih sayang yang bukan kepada muhrimnya, dansa-dansi, pencampuran laki-laki dan perempuan tanpa norma-norma agama, aktivitas-aktivitas dalam Valentine’s day yang mengarah pada perbuatan mesum, misalnya berciuman, berpelukan dan lain-lain.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam sudut pandang Islam, Valentine’s day, selain tidak punya sandaran tradisi Islami, juga banyak acara Valentine’s day yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan kata lain, dalam pandangan Islam, Valentine’s day adalah budaya non-Islam yang wajib dijauhi oleh remaja Islam.

Jadi seperti telah dijelaskan, bahwa Valentine’s day merupakan budaya non-Islam yang kini dikembangkan secara masif di masyarakat Islam. Karena itu umat Islam hendaknya mewaspadai budaya jahiliyyah ini. Sebab dengan meluasnya budaya Valentine’s day yang sebenarnya merupakan peradaban ‘import’ di masyarakat kita, dikhawatirkan akan dapat merusak moral generasi Islam hingga terjadi dekadensi moral di masyarakat Muslim. Untuk itu para orang tua Muslim dan seluruh elemen masyarakat hendaknya terus berusaha membendung budaya jahiliyah ini agar tidak menjalar di masyarakat Muslim. Sebagai Muslim yang baik kita sekali lagi harus mampu memilah dan memilih budaya-budaya asing yang secara tak terelakkan masuk di masyarakat kita. Valentine’s day merupakan budaya asing yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai universal Islam dan dapat merusak moral dan akhlaq generasi Islam kini maupun yang akan datang.

Baca Selengkapnya..

Selasa, 10 November 2009

Usamah bin Zaid

Pada tahun ketujuh sebelum hijrah. Ketika itu Rasulullah saw. sedang susah karena tindakan kaum Quraisy yang menyakiti beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah menyebabkan beliau senantiasa harus bersabar. Dalam suasana seperti itu, tiba-tiba seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yang menggembirakan. Seorang pembawa berita mengabarkan kepada beliau, "Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki." Wajah Rasulullah berseri-seri karena gembira menyambut berita tersebut.
Siapakah bayi itu? Sehingga, kelahirannya dapat mengobati hati Rasulullah yang sedang duka, berubah menjadi gembira ? Itulah dia, Usamah bin Zaid.
Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka-cita dengan kelahiran bayi yang baru itu. Karena, mereka mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah. Ibu bayi tersebut seorang wanita Habsyi yang diberkati, terkenal dengan panggilan "Ummu Aiman". Sesungguhnya Ummu Aiman adalah bekas sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh Rasulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup. Dia pulalah yang merawat sesudah ibunda wafat. Karena itu, dalam kehidupan Rasulullah, beliau hampir tidak mengenal ibunda yang mulia, selain Ummu Aiman.
Rasulullah menyayangi Ummu Aiman, sebagaimana layaknya sayangnya seroang anak kepada ibunya. Beliau sering berucap, "Ummu Aiman adalah ibuku satu-satunya sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya keluargaku yang masih ada." Itulah ibu bayi yang beruntung ini.
Adapun bapaknya adalah kesayangan (Hibb) Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sahabat beliau dan tempat mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga beliau dan orang yang sangat dikasihi dalam Islam.
Kaum muslimin turut bergembira dengan kelahiran Usamah bin Zaid, melebihi kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa terjadi karena tiap-tiap sesuatu yang disukai Rasulullah juga mereka sukai. Bila beliau bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yang sangat beruntung itu mereka panggil "Al-Hibb wa Ibnil Hibb" (kesayangan anak kesayangan).
Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yang masih bayi itu dengap panggilan tersebut. Karena, Rasulullah memang sangat menyayangi Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah, Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan bagaikan bunga yang mengagumkan. Dia sangat mirip dengan kakeknya, Rasulullah saw. Usamah kulitnya hitam, hidungnya pesek, sangat mirip dengan ibunya wanita Habsyi. Namun, kasih sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah, lalu meletakkan di salah satu pahanya. Kemudian, diambilnya pula Hasan, dan diletakkannya di paha yang satunya lagi. Kemudian, kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya, seraya berkata, "Wahai Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!"
Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah, tetapi tidak mampu melakukannya. Karena itu, beliau berdiri mendapatkan Usamah, lalu beliau isap darah yang keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu, beliau bujuk Usamah dengan kata-kata manis yang menyenangkan hingga hatinya merasa tenteram kembali.
Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil, tatkala sudah besar beliau juga tetap menyayanginya. Hakim bin Hazam, seorang pemimpin Qurasy, pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada Rasulullah. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dengan harga lima puluh dinar emas dari Yazan, seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan menerima hadiah dari Hakam, sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu, pakaian itu dibeli oleh beliau dan hanya dipakainya sekali ketika hari Jumat. Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para pemuda Muhajirin dan Anshar sebayanya.
Sejak Usamah meningkat remaja, sifat-sifat dan pekerti yang mulia sudah kelihatan pada dirinya, yang memang pantas menjadikannya sebagai kesayangan Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, bijaksana dan pandai, takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Waktu terjadi Perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah saw. beserta serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak karena usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok anak-anak yang tidak diterima. Karena itu, Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih karena tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah.
Dalam Perang Khandaq, Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawan remaja, putra para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan lebih tinggi, agar beliau memperkenankannya turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin turut berperang. Karena itu, beliau mengizinkannya, Usamah pergi berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah. Ketika itu dia baru berusia lima belas tahun.
Ketika terjadi Perang Hunain, tentara muslimin terdesak sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi, Usamah bin Zaid tetap bertahan bersama-sama denga 'Abbas (paman Rasulullah), Sufyan bin Harits (anak paman Usamah), dan enam orang lainnya dari para sahabat yang mulia. Dengah kelompok kecil ini, Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan. Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yang lari dari kejaran kaum musyrikin.
Dalam Perang Mu'tah, Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya, Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi, Usamah tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan, dia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib hingga Ja'far syahid di hadapan matanya pula. Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid. Kemudian, komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah komando Khalid. Dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit, kaum muslimin akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum.
Seusai peperangan, Usamah kembali ke Madinah dengan menyerahkan kematian ayahnya kepada Allah SWT. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam (SYiria) dengan mengenang segala kebaikan almarhum.
Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan perintah agar menyiapkan bala tentara untuk memerangi pasukan Rum. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa'ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain sahabat yang tua-tua.
Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yang muda remaja menjadi panglima seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di Balqa' dan Qal'atut Daarum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum.
Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat, Rasulullah saw. sakit dan kian hari sakitnya makin keras. Karena itu, keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan Rasulullah membaik.
Kata Usamah, "Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat, saya datang menghadap beliau diikuti orang banyak, setelah saya masuk, saya dapati beliau sedang diam tidak berkata-kata karena kerasnya sakit beliau. Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh saya. Saya tahu beliau memanggilku."
Tidak berapa lama kemudian Rasulullah pulang ke rahmatullah. Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sesuai dengan rencana yang telah digariskan Rasulullah. Tetapi, sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar.
Kata mereka, "Jika khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya, kami mengusulkan panglima pasukan (Usamah) yang masih muda remaja ditukar dengan tokoh yang lebih tua dan berpengalaman."
Mendengar ucapan Umar yang menyampaikan usul dari kaum Anshar itu, Abu Bakar bangun menghampiri Umar seraya berkata dengan marah, "Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi Allah, tidak ada cara begitu!"
Tatkal Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan khalifah tentang usulnya. Kata Umar, "Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah.
Maka, pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan.
Kata Usamah, "Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. "
Jawab Abu Bakar, "Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!"
Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, "JIka engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.
Usamah terus maju membawa pasukan tentara yang dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakan sebaik-baiknya. Tiba di Balqa' dan Qal'atud Daarum, termasuk daerah Palestina, Usamah berhenti dan memerintahkan tentaranya berkemah. Kehebatan Rum dapat dihapuskannya dari hati kaum muslimin. Lalu, dibentangkannya jalan raya di hadapan mereka bagi penaklukan Syam (Syiria) dan Mesir.
Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, "Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid."
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.
Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, "Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu. Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, "Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu." Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.
Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, "Marhaban bi amiri!" (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, "Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya."
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini. Wallahu a'lam.


Baca Selengkapnya..

Link Sahabat

Related Posts with Thumbnails