Senin, 23 November 2009

HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI SAW.

Maulid Nabi saw. adalah kelahiran nabi Muhammad, Rasulullah saw.. Beliau saw. dilahirkan di tengah keluarga bani Hasyim di Makkah. Mengenai tanggal kelahirannya, para ahli tarikh berbeda pendapat dalam masalah ini, dan tidak ada dari mereka yang mengetahui secara pasti, namun menurut buku “Sirah Nabawiyah”, karya Shafiyurrahman Mubarakfury -Juara I lomba penulisan sejarah Nabi yang diadakan oleh Rabithah Al-Alam Al-Islamy- Nabi Muhammad saw. dilahirkan pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awal, permulaan tahun dari peristiwa gajah.

Bertepatan dengan itu, terjadi beberapa bukti pendukung kerasulan di antaranya adalah, runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra, padamnya api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi, dan runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah. Hal ini diriwayatkan oleh Baihaqi. Selain itu, Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa Ibu Rasulullah saw. berkata, “Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di syam.”

Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan kepada kakeknya, Abdul Muththalib, untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran cucunya. Maka Abdul Muththalib datang dengan perasaan suka cita, lalu membawa beliau ke dalam ka’bah, seraya berdo’a kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Dia memilihkan nama Muhammad untuk beliau, sebuah nama yang belum pernah dikenal di kalangan Arab. Kemudian beliau dikhitan pada hari ke tujuh, seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab.

Itulah sekelumit sejarah tentang kelahiran Nabi saw., yang kemudian momen penting tersebut diperingati oleh kebanyakan kaum muslimin sejak berlalunya tiga generasi, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in.

Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu.”

Dan dari Ibnu Mas’ud r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Binasalah orang yang berlebih-lebihan dalam tindakannya.” (HR Muslim).

Hadis di atas menerangkan larangan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk memujinya secara berlebih-lebihan. “Janganlah kamu sekalian memujiku dengan berlebih-lebihan.” Artinya adalah janganlah kamu sekalian memujiku dengan cara yang bathil, dan janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku. Makna kata ithra’ dalam hadis tersebut (laa tuthruni), adalah melampaui batas dalam memuji.

Kenyataannya, kebanyakan manusia sangat berlebih-lebihan dalam memuji dan mengagungkan orang yang menjadi panutan dan junjungannya, sehingga mereka meyakini bahwa junjungan mereka itu mampu melakukan sesuatu yang seharusnya hanya hak Allah. Jadi mereka menganggap junjungan mereka itu memiliki sifat ilahiyah dan rububiyah yang sebenarnya hanya milik Allah. Hal itu karena perilaku mereka yang berlebih-lebihan dalam memuji dan menyanjung panutan mereka.

Walaupun Rasulullah saw. sudah melarangnya, tapi kenyataan ini masih terjadi di kalangan sebagian orang yang mengaku sebagai umatnya. Kita dapati di sebagian syair yang di anggap sebagai salah satu shalawat, yang berbunyi, “Allahumma shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ‘ala sayidina Muhammadin alladzi tanhalu bihil ‘uqadu, watanfariju bihil kurabu, wa tuqdha bihil hawaiju....” yang artinya, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam yang sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw., yang karenaya ikatan belenggu terurai, dan karenanya malapetaka sirna, dan karenanya kebutuhan-kebutuhan terpenuhi….” Bukankah itu adalah pujian yang berlebihan, karena menyanjung Rasulullah saw. dengan hal-hal yang sebenarnya hanya kekuasaan Allah saja.

Itu adalah satu contoh tentang keadaan sebagian umat yang melampaui batas dalam memuji Nabinya.

Setelah itu, ada masalah yang tersisa, yaitu bagaimana dengan acara-acara perayaan dan beberapa perilaku yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memperingati kelahiran Nabi saw.. Apakah hal tersebut termasuk perilaku yang berlebih-lebihan dan melampaui batas? Atau merupakan sesuatu hal yang baru yang diada-adakan oleh umat ini?

Tentang hal itu, marilah kita ikuti komentar Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai hukum merayakan maulid Nabi saw..

Beliau berkata, “Pertama, malam kelahiran Nabi saw. tidak diketahui secara pasti, tetapi sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa hal itu terjadi pada malam kesembilan Rabi’ul awal, bukan pada malam kedua belas. Tetapi justru saat ini perayaan maulid dilaksanakan pada malam kedua belas, yang tidak ada dasarnya dalam tinjauan sejarah.

Kedua, dipandang dari sisi akidah, juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat dari Allah, tentulah dilaksanakan oleh Nabi saw. atau disampaikan pada umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah saw. mengerjakannya atau menyampaikan kepada umatnya, mestinya amalan itu terjaga, karena Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9).

Ketika ternyata hal itu tidak didapati, maka bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan dari ajaran agama Allah, maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan tidak boleh menjadikannya sebagai amalan taqarrub kepada-Nya.

Allah telah menetapkan suatu jalan yang sudah ditentukan untuk bisa sampai kepada-Nya –itulah yang datang kepada Rasulullah saw.- maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan membuat jalan sendiri, yang akan menghantarkan kepada-Nya, padahal kita adalah seorang hamba. Ini berarti mengambil hak Allah, yaitu membuat syariat yang bukan dari-Nya, dan kita masukkan ke dalam ajaran Allah. Ini juga merupakan pendustaan terhadap firman Allah, “Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kecukupkan nikmat-Ku kepadamu….” (Al-Maidah: 3).

Maka kami katakan, bila perayaan ini termasuk bagian dari kesempurnaan dien, tentunya sudah ada sebelum Rasulullah saw. wafat. Bila tidak ada, berarti hal itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan dien, karena Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kecukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (Al-Maidah: 3).

Barang siapa yang menyatakan bahwa perayaan maulid adalah termasuk ajaran agama, maka ia telah membuat hal yang baru sepeninggal Rasulullah saw.. ucapannya mengandung kedustaan terhadap ayat yang mulia tersebut.

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang merayakan maulid Nabi, ingin mengagungkan beliau, ingin menampakkan kecintaan dan besarnya harapan untuk mendapatkan kasih sayang beliau dari perayaan yang diadakan, dan dan ingin menghidupkan semangat kecintaan kepada Nabi saw.. Sebenarnya semua ini adalah termasuk ibadah. Mencintai Rasul adalah ibadah, bahkan iman seseorang tidak sempurnya sehingga ia lebih mencintai Rasul dari pada dirinya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia. Mengagungkan Rasulullah saw. juga termasuk ibadah. Haus akan kasih sayang Rasulullah saw. juga merupakan bagian dari dien. Oleh karena itu, seseorang menjadi cenderung kepada syariat beliau. Jika demikian, tujuan merayakan maulid nabi adalah untuk bertaqarrub kepada Allah, dan pengagungan terhadap Rasul-Nya. Ini adalah ibadah. Bila ini ibadah, maka tidak boleh membuat hal yang baru –yang bukan dari Allah- dan dimasukkan ke dalam agama-Nya selama-lamanya. Maka dari itu, jelaslah bahwa perayaan maulid Nabi saw. adalah sesuatu yang diada-adakan (bidah) dan haram hukumnya.

Selain itu, kita juga mendengar bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diterima oleh syar’i, perasaan, ataupun akal. Mereka melantunkan nyanyian-nyanyian untuk maksud-maksud tertentu yang sangat berlebihan tentang Rasulullah saw.. Sehingga mereka menjadikan Rasulullah saw. lebih agung dari pada Allah. –kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut-. Kita juga mendengar bahwa sebagian orang, karena kebodohan mereka, merayakan maulid Nabi, apabila salah seorang membacakan kisah tentang kelahiran Nabi saw. dan jika sudah sampai pada lafadz “Nabi dilahirkan”, mereka berdiri dengan serempak. Mereka berkata, “Rasulullah saw. telah datang, maka kami pun berdiri untuk mengagungkannya.” Ini adalah kebodohan. Dan ini bukanlah adab, karena beliau membenci bila disambut dengan berdiri. Para sahabat adalah orang yang paling mencintai dan mengagungkan beliau, tetapi mereka tidak berdiri bila menyambut beliau, karena mereka tahu bahwa beliau membenci hal itu. Saat beliau masih hidup saja tidak boleh apalagi setelah beliau tidak ada.

Dalam bidah ini –bidah maulid Nabi yang terjadi setelah berlalunya tiga generasi mulia, yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in- terdapat pula kemungkaran yang dilakukan oleh orang-orang yang merayakannya, yang bukan dari pokok ajaran dien. Terlebih lagi terjadinya ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan. Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain. (Majmu’ Fatawa, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin).

Kiranya apa yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin di atas cukup menjelaskan kepada kita tentang hukum merayakan maulid Nabi saw..

Meskipun mengetahui sejarah dan mengenal Nabi saw. adalah wajib bagi kita, bangga –karena beliau adalah rahmat bagi seluruh alam- dan selalu mengenang beliau adalah tugas kita, namun tidak berarti kemudian kita diperbolehkan untuk memuji dan menyanjungnya secara berlebih-lebihan, dan tidak berarti kita boleh mengenangnya dengan melakukan perilaku dan amalan yang justru hal itu tidak pernah dilakukannya dan tidak dianjurkan olehnya.

Seperti yang dilakukan oleh orang-orang sekarang, mereka merayakan maulid Nabi, yang mereka sebut dengan peringatan maulid Nabi, dengan melakukan berbagai amalan dan perbuatan yang justru hal itu bernilai berlebih-lebihan dalam memuji Nabi, atau bahkan merupakan hal baru yang mereka ada-adakan. Lebih dari itu, sebagian perilaku mereka itu ada yang termasuk dalam kategori kesyirikan, yaitu apabila mereka memuji Rasulullah saw. dengan sanjungan-sanjungan dan pujian-pujian yang berisi bahwa Rasulullah saw. mampu melakukan hal-hal yang seharusnya hanya hak dan kekuasaan Allah.

Walaupun tujuan merayakannya adalah ibadah, namun karena tidak ada tuntunannya, maka perbuatan itu sia-sia belaka, dan justru berubah menjadi dosa dan pelanggaran. Karena ibadah itu harus dibangun dengan dalil yang menunjukkannya.

Mengapa memperingati dan mengenang Nabi saw. harus dilakukan sekali dalam setahun, padahal sebagai muslim harus selalu mengenang Nabi dan meneladaninya dalam segala aspek kehidupannya. Bahkan minimal seorang muslim harus menyebut nama Nabi Muhammad saw. lima kali dalam sehari semalam, yaitu pada syahadat dalam salat wajib.

Mengagungkan dan mencintai Nabi adalah sesuatu yang terpuji dan dianjurkan dalam Islam, tapi dalam pelaksanaannya, harus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Rasulullah saw. melarang umatnya melakukan sesuatu (ibadah) yang tidak pernah dicontohkan olehnya dalam segala hal.

Bagaiamana mungkin, orang yang mengaku mencintai dan menyanjung Rasulullah saw. , akan tetapi justru melakukan sesuatu yang sangat dibenci olehnya. (Zen bin Choodry).

12 komentar:

  1. berkunjung kembali,wah makin cantik ajha ya blognya :D

    BalasHapus
  2. Hehe.. bisa aja mas Pujiantoro ini..
    loadingnya agak berat mas.. :D

    BalasHapus
  3. ASSKUM
    Janganlah suka mencela kepada suatu kelompok golongan karena itu bisa memecah belah ikatan yang mengatakan "ISLAM SATU DENGAN ISLAM YANG LAIN ADALAH SAUDARA" jadi tolong jgn memulai masalah okey . . .
    WASSKUM

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR Bukhari dan Muslim).

      kok masa merasa terhina situ nya, pakta bro.. pakta

      jangan berpikir dengan akal yang tidak berarti Wasallamuallaikum...

      Hapus
  4. ASSKUM
    tperkenalkan saya mau ikut ngasih komentar . . . . .
    Saya kira yang namanya memuji itu suatu hal yang biasa, kenapa dikatakan biasa karena kita mempunyai sifat manusiawi . . . Ingat itu . . . ASAL tau cara memuji yang baik dan tidak menjadikan pujian itu menjadikan bagi si PEMUJI MURYRIK . . . Masak kita muji kok dilarang . . . . .
    Ingat siapa dulu yang kita puji . . . BELIAU itu bukan sembarang Manusia karena Beliau adalah MANUSIA PILIHAN oleh ALLAH SWT . . . .
    apa hati anda tidak tergerak dan mengingat apa yang pernah BELIAU lakukan untuk UMATnya . . .
    Rasul ato Nabi2 yang lain menerima Wahyu dari ALLAH SWT . . . biasa saja ato lewat MALAIKAT JIBRIL . . .
    Sedangkan Beliau MUHAMMAD SAW . . . Langsung mengadap kehadirat ALLAH SWT . . .
    Demi memperjuangkan umatnya supaya kuat menjalankan segala perintahNya . . .
    Karena beliau ingat KAUM2 sebelumnya . . . .
    Gimana rasa terima kasih kita kepada BELIAU YANG MULIA MUHAMMAD RASULULLAH . . . sebagai umatnya KALAU KITA TIDAK MEMUJINYA . . . .
    Masalah muji yang anda katakan bahwa PUJIAN itu menyatakan YANG MULIA MUHAMMAD SAW mempunyai sifat seperti ALLAH SWT . . . .
    Anda sendiri yang mengatakan itu . . . .
    Sebagai Umat MUHAMMAD saya juga merasa bersyukur karena mempunyai Seorang RASUL seperti BELIAU . . .
    Kamu aja kalau diberi hadiah oleh BAPAKmu kamu pasti memuji muji BAPAKmu . . . .
    INGAT . . . .
    Yang kita puji itu bukan manusia kayak kamu dan kita, tapi yang kita puji itu adalah RASUL UTUSAN ALLAH SAW . . MANUSIA PALING MULIA DI MUKA BUMI INI . . . .
    WASSKUM

    BalasHapus
    Balasan
    1. tiadak layak sebagai manusia berlebih-lebihan seperti itu... mas... karena rasul di utus pun karena tangan kanan kekuasaan allah, yang disembah dan patut kita imani itu hanya allah.dan belau pun mas ya, hidupun karena allah. kita boleh menyukuri memiliki Nabi yang mas agung-agungkan..

      tapi hati-hati, bukannya mencari ridho allah malah terjerumus oleh kesesatan yang nyata mas.. walaupun Syaitan bersifat G'aif tapi iya bisa menyelewengkan Al-Qur'an.. anda sudah ditipunya mas Syaitan itu tidak tinggal diam..

      Hapus
  5. Asskum
    saya mau menanggapi lagi masalah pujian ato sholawat diatas . . . . .
    Bukanlah benar Karena Muhammad kita mempunyai ahlak yang baik,bukankah karena Muhammad malapetaka juga sirna ! Lihat ato baca sejarah2 rasul sebelum Muhammad . . .
    Bukankah benar karena Muhammad kebutuhan kebutuhan kita terpenuhi, syahadat, sholat, puasa, haji dan lain lain itu adalah kebutuhan kita sendiri . . . Jangan kamu artikan ato konotasikan kebutuhan yang enggak2 . . . Dong . . .
    sekali lagi pernyataan kamu itu bisa menimbulkan konflik "SARA"
    SEKALI lagi jgn kau samakan dgn kaumnya NABI ISA AS . . . . .
    itukan sudah jelas kalau dia menganggap ISA adalah anak TUHAN . . .
    Seandainya tidak ada YANG MULIA MUHAMMAD RASULULLAH SAW . . . . kamu semua juga termasuk saya mungkin masuk GOLONGAN nya umat NABI ISA AS yang menganggap kalo ISA AS adalah anak TUHAN . . .
    Mungkin juga kamu menganggap kalo ISA AS . . . adalah TUHAN juga. . . .
    Terus gimana cara kamu berterima kasih kepada orang yang telah merubah DUNIA menjadi terang benderang kayak begini . . . . Aku mau tau . . .
    Wasskum

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya mw tanya sama pak ahmad mainun boleh...

      mana kuatnya : ketetapan Rasullullah Saw. dan Allah swt

      sampean boleh, bilang ketetapan rasull menurut nalar sampean. lebih kuat dan kokoh.

      tapi belum tentu benar semuanya. ketetapan milik Allah.


      baca lah surah al- Ikhlas 1-4 dengan artinya

      Hapus
  6. aah capek bolak balik sholawat masalahnya.
    pa salahnya sih ngaggungin beliau.
    g usahlah kita saling hina.
    setiap orang punya ca berbeda buat muji beliau.
    halal haram????
    apa ada madhorot buat kita jika kita sholawatan di malam itu???
    kita g mungkin mati kan????
    kita g akan sakit kan???
    selama nie aku lakuin badan aku malah segar!!!
    udahlah gini ja????
    kita punya cara sendiri2 buat dapat safaat beliau di akherat nanti.
    jangan hanya mencela tapi g ngelakuin apa2

    yuuuk mari berlomba2 siapa yang paling cepet dapat rindo rasul.dengan berbagai cara.

    perpecahan lebih buruk.bahkan kan lebih sangat buruk dari memperingati maulid.

    BalasHapus
  7. Antum salah memahami Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR Bukhari dan Muslim).

    Sudah jelas dalam hadits tersebut batasan yang dimaksud berlebih-lebihan yakni "sebagaimana orang-orang Nasrani telah belebih-lebihan memuji putera Maryam" artinya janganlah memuji sebagaimana orang-orang Nasrani yang menjadikan Nabi Isa a.s sebagai putera Tuhan. Sungguh tidak ada satupun larangan dalam Al-Qur'an dan Hadits yang melarang peringatan Maulid.

    BalasHapus
  8. artikel nya sangat bermanfaat thanks bro

    BalasHapus

Link Sahabat

Related Posts with Thumbnails